Apa yang kamu pikirkan ketika membaca judul artikel ini? Pasti di benak kamu muncul banyak sekali pertanyaan mengenai kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan. Saya akan mencoba membantu pemahaman kalian. Karena saya basicly orang ekonomi, yang akan saya bahas di artikel ini adalah seputar teori kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan dari sudut pandang orang ekonomi dan situasi real yang ada di Indonesia. So, happy reading this article.
Kemiskinan
Masalah kemiskinan memang telah lama ada
sejak dahulu kala. Pada masa lalu, umumnya masyarakat menjadi miskin bukan
karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau
materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini, mereka yang dikategorikan
miskin adalah mereka yang tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan
kesehatan dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.
Mereka umumnya tinggal di pemukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial
lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran. Kemiskinan sebagai
suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang
sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika
Serikat.
Kemiskinan
dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok
orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin.
Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang. Kemiskinan adalah
keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti
makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan
dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya
akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Kemiskinan merupakan masalah global.
Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara
yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi
memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan,dll.
Ada dua
kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan
karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam
yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan
buatan terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian
anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas
lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin.
Berbagai
persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak dari berbagai aspek,
meliputi aspek sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama
akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi
akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar
rendah, tabungan nihil, lemah mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi
terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir.
Sedangkan, dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai
fasilitas dan kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambil
keputusan.
Banyak
pendapat di kalangan pakar ekonomi mengenai definisi dan klasifikasi kemiskinan
ini. Dalam bukunya The Affluent Society, John Kenneth Galbraith melihat kemiskinan
di Amerika Serikat terdiri dari tiga macam, yakni kemiskinan umum, kemiskinan
kepulauan, dan kemiskinan kasus. Pakar ekonomi lainnya melihat secara global,
yakni kemiskinan massal/kolektif, kemiskinan musiman (cyclical), dan kemiskinan
individu.
Kemiskinan
kolektif dapat terjadi pada suatu daerah atau negara yang mengalami kekurangan
pangan. Kebodohan dan eksploitasi manusia dinilai sebagai penyebab keadaan itu.
Kemiskinan musiman atau periodik dapat terjadi manakala daya beli masyarakat
menurun atau rendah. Sedangkan, kemiskinan individu dapat terjadi pada setiap
orang, terutama kaum cacat fisik atau mental, anak-anak yatim, kelompok lanjut
usia.
Rancangan Masalah:
- Apa penyebab kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan?
- Apa standar kemiskinan?
- Bagaimana upaya pemerintah untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia?
- Bagaimana cara mengukur kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan?
- Apa pengaruh ketimpangan distribusi pendapatan terhadap kemiskinan?
Definisi Kemiskinan
Kemiskinan
dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
- Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
- Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah diatasi daripada dua gambaran yang lainnya.
- Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek penghasilan diluar profesi secara halal. Perkecualian apabila institusi tempatnya bekerja melarang.
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam
tiga kategori , yaitu kemiskinan
absolut, kemiskinan
relatif dan
kemiskinan cultural. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standar yang
konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat (negara). Sebuah contoh
dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah
jumlah yang cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori
per hari untuk laki laki dewasa). Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah US$1
per hari. Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan absolut sebagai sebuah
kondisi yang dicirikan dengan kekurangan parah kebutuhan dasar manusia,
termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan, dan
informasi.
Seseorang
yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan,
namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Menurut Bank Dunia, kemiskinan relative adalah hidup dengan pendapatan dibawah
US$2 per hari. Kemiskinan kultural berkaitan erat
dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha
memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang
membantunya.
Meskipun
kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang
kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini
menghadirkan kaum tunawisma yang
berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin.
==
Diskusi tentang kemiskinan ==ad
- Dalam sebuah lingkungan belajar, terutama murid yang lebih kecil yang berasal dari keluarga miskin, kebutuhan dasar mereka seperti yang dijelaskan oleh Abraham Maslow dalam hirarki kebutuhan Maslow (kebutuhan i beralih ke kemiskinan pada umumnya) yaitu efek Matthew.
Perdebatan
yang berhubungan dalam keadaan capital manusia dan capital
individual seseorang
cenderung untuk memfokuskan kepada akses capital
instructional dan capital social yang tersedia hanya bagi
mereka yang terdidik dalam sistem formal.
Mengukur Kemiskinan
- Garis
Kemiskinan (GK), sumber
data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Panel Modul Konsumsi dan Kor.
Rumus Penghitungan:GK = GKM + GKNMè GK= Garis KemiskinanGKM= Garis Kemiskinan MakananGKNM= Garis Kemiskinan Non MakanTeknik penghitungan GKM:Dimana:GKMj = Garis Kemiskinan Makanan daerah j.Pjk = Harga komoditi k di daerah j.Qjk = Rata-rata kuantitas komoditi k yang dikonsumsi di daerah j.Vjk = Nilai pengeluaran untuk konsumsi komoditi k di daerah j.j = Daerah (perkotaan atau pedesaan)
- Persentase
Penduduk Miskin, sumber data utama yang
dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul
Konsumsi dan Kor.
Rumus Penghitungan:Dimana:α = 0z = garis kemiskinanyi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < zq = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinann = jumlah penduduk
- Indeks Kedalaman Kemiskinan, sumber data utama yang
dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul
Konsumsi dan Kor.
Rumus Penghitungan:Dimana:α = 1
- Indeks Keparahan Kemiskinan, sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor. Rumus Penghitungan:
Dimana:
α = 2
Penyebab kemiskinan
Kemiskinan
banyak dihubungkan dengan:
- penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. Contoh dari perilaku dan pilihan adalah penggunaan keuangan tidak mengukur pemasukan.
- penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga. Penyebab keluarga juga dapat berupa jumlah anggota keluarga yang tidak sebanding dengan pemasukan keuangan keluarga.
- penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar. Individu atau keluarga yang mudah tergoda dengan keadaan tetangga adalah contohnya.
- penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi. Contoh dari aksi orang lain lainnya adalah gaji atau honor yang dikendalikan oleh orang atau pihak lain. Contoh lainnya adalah perbudakan.
- penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Menghilangkan
kemiskinan
Tanggapan
utama terhadap kemiskinan adalah:
- Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan. Di Indonesia salah satunya berbentuk BLT.
- Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
- Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan. Persiapan bagi yang lemah juga dapat berupa pemberian pelatihan sehingga nanti yang bersangkutan dapat membuka usaha secara mandiri.
Bagaimana
menangani kemiskinan memang menarik untuk disimak. Teori ekonomi mengatakan
bahwa untuk memutus mata rantai lingkaran kemiskinan dapat dilakukan
peningkatan keterampilan sumber daya manusianya, penambahan modal investasi,
dan mengembangkan teknologi. Namun, dalam praktek persoalannya tidak semudah
itu.
Program-program
kemiskinan sudah banyak dilaksanakan di berbagai negara. Sebagai perbandingan,
di Amerika Serikat program penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk
meningkatkan kerja sama ekonomi antar negara bagian, memperbaiki kondisi
permukiman perkotaan dan pedesaan, perluasan kesempatan pendidikan dan kerja
untuk para pemuda, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi orang dewasa
dan pemberian bantuan kepada kaum miskin usia lanjut. Selain program
pemerintah, juga kalangan masyarakat ikut terlibat membantu kaum miskin melalui
organisasi kemasyarakatan maupun gereja.
Di Indonesia,
program-program penanggulangan kemiskinan sudah banyak pula dilaksanakan
seperti pengembangan desa tertinggal, perbaikan kampung, gerakan terpadu
pengentasan kemiskinan. Program penanggulangan kemiskinan lebih mengutamakan
pada peningkatan pendapatan masyarakat dengan mendudukkan masyarakat sebagai
pelaku utamanya melalui partisipasi aktif. Melalui partisipasi aktif ini,
masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran tidak hanya berkedudukkan menjadi
obyek program, tetapi ikut serta menentukan program yang paling cocok bagi
mereka.
Dalam masa pemerintahan SBY, telah dicetuskan program Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI) untuk memberantas
kemiskinan. Program itu direalisasikan melalui
beberapa kegiatan, seperti pemberian bantuan dan perlindungan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pengembangan usaha kecil dan mikro, serta program pro-rakyat
penyediaan prasarana dan sarana murah.
Lingkaran
Perangkap Kemiskinan
Jumlah
Penduduk Miskin di Indonesia
Berdasarkan data pemerintah,
seperti dilansir Badan Pusat Statistik, jumlah orang miskin di Indonesia hingga
September 2013 mencapai 28.553.930 jiwa. Sementara
pendapatan negara, menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia, mengalami
kenaikan di tahun 2013. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun
2013 direncanakan Rp1.507,7 triliun atau naik 11 persen dari target Anggaran
Pendapatan Belanja Negara Perubahan 2012.
Program-program pemberantasan kemiskinan yang dianggarkan tidak sejalan
dengan fakta di lapangan. Pada tahun 2012, jumlah angkatan kerja Indonesia
tercatat 118,05 juta orang. Pada Februari 2013, jumlah angkatan kerja tercatat bertambah menjadi 121,19
juta orang dan pada Agustus 2013 jumlah angkatan kerja tercatat 118,19 juta
orang. Jumlah ini akan terus bertambah pada tahun depan yang mencapai sekitar
124,42 juta orang. Dari angka pada Agustus 2013, sekitar 28,4 juta orang di
antaranya berpendidikan SD ke bawah. Sektor tenaga
kerja yang paling banyak diserap adalah pertanian yang mencapai 34,36 persen,
perdagangan 21,42 persen, jasa kemasyarakatan 16,44 persen dan industri 13,43
persen. Tingginya penyerapan di sektor pertanian disebabkan oleh rendahnya
pendidikan rakyat Indonesia.
Laporan
Bulanan Data Sosial Ekonomi BPS
1.
Inflasi
Pada
November 2013 terjadi inflasi sebesar 0,12 persen. Inflasi tahun kalender 2013
sebesar
7,79 persen dan tingkat inflasi November 2013 terhadap November 2012 (yon-y)
sebesar 8,37 persen.
2. Pertumbuhan PDB
PDB triwulan III-2013 tumbuh sebesar 5,62 persen dibanding PDB triwulan
III-2012
(y-on-y).
PDB triwulan III-2013 tumbuh sebesar 2,96 persen dibanding PDB triwulan
II-2013
(q-to-q).
6. Ketenagakerjaan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2013 sebesar 6,25 persen.
Dalam setahun terakhir (Agustus 2012–Agustus 2013), jumlah penduduk
yang
bekerja mengalami kenaikan terutama di Sektor Jasa Kemasyarakatan sebanyak 1,1 juta orang (6,49 persen), Sektor Perdagangan sebanyak 580 ribu orang (2,50 persen), serta Sektor Keuangan sebanyak 250 ribu orang (9,40 persen).
7. Upah Buruh
Upah nominal harian buruh tani dan buruh bangunan November 2013 naik
masing-masing
sebesar 0,37 persen dan 0,59 persen dibanding upah nominal
bulan
sebelumnya, sedangkan upah nominal bulanan buruh seluruh industri
naik 0,38 persen dari triwulan I-2013 ke triwulan II-2013.
Upah riil harian buruh tani November 2013 naik sebesar 0,23 persen dibanding
upah
riil bulan sebelumnya, upah riil harian buruh bangunan November 2013
naik 0,47 persen dibanding upah riil bulan sebelumnya, dan upah riil bulanan
buruh
seluruh industri triwulan II-2013 turun sebesar 0,51 persen dibanding
triwulan
I-2013.
9. Harga Pangan
Rata-rata harga beras November 2013 sebesar Rp11.011,00 per kg, naik 0,22
persen
dari bulan sebelumnya.
Harga susu kental manis naik 1,05 persen sedangkan harga cabai rawit turun 23,47 persen; cabai merah turun 9,69 persen; daging ayam ras turun 6,03 persen; telur ayam ras turun 3,90 persen.
17. Kemiskinan
Jumlah
penduduk miskin pada Maret 2013 sebanyak 28,07 juta orang (11,37
persen),
turun 0,52 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada
September
2012 yang sebesar 28,59 juta orang (11,66 persen).
Badan Pusat Statistik (BPS)
mengklaim angka kemiskinan Indonesia setiap tahun mengalami penurunan. Penurunan
tersebut ditopang oleh lima factor, misalnya selama periode 2013. Pertama,
sepanjang 2013 inflasi umum relatif rendah yakni 0,12 persen. Kedua, upah nominal
buruh tani dan buruh bangunan meningkat selama periode tersebut masing-masing
sebesar 0,37 persen dan 0,59 persen. Ketiga, rata-rata harga beras relatif
stabil tercatat pada November 2013 sebesar Rp.11.011,- per kilogram.
Keempat, PDB Indonesia semakin kuat. Pada triwulan
III 2013, PDB tumbuh sebesar 5,62 persen dibanding PDB triwulan III 2012 (y-on-y) dan tumbuh sebesar 2,96 persen
dibanding PDB triwulan II 2013 (q-to-q).
Kelima, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia yang juga ikut susut yang
tercatat 5,92 persen pada Februari 2013 dari kondisi Agustus 2012 sebesar 6,14
persen.
Upah Minimum
Komponen
Kebutuhan hidup layak digunakan sebagai dasar penentuan Upah Minimum, dimana dihitung
berdasarkan kebutuhan hidup pekerja dalam memenuhi kebutuhan mendasar yang
meliputi kebutuhan akan pangan 2100kkal per hari, perumahan, pakaian, pendidikan dan
sebagainya.
Awalnya
penghitungan upah minimum dihitung didasarkan pada Kebutuhan Fisik Minimum (KFM), Kemudian
terjadi perubahan penghitungan didasarkan pada Kebutuhan Hidup Minimum (KHM).
Perubahan itu disebabkan tidak sesuainya lagi penetapan upah berdasarkan kebutuhan fisik
minimum, sehingga timbul perubahan yang disebut dengan KHM. Tapi, penetapan
upah minumum berdasarkan KHM mendapat koreksi cukup besar dari pekerja yang
beranggapan, terjadi implikasi pada rendahnya daya beli dan kesejahteraan masyarakat
terutama pada pekerja tingkat level bawah. Dengan beberapa pendekatan dan
penjelasan langsung terhadap pekerja, penetapan upah minimum berdasarkan KHM
dapat berjalan dan diterima pihak pekerja dan pengusaha.
Perkembangan
teknologi dan sosial ekonomi yang cukup pesat menimbulkan
pemikiran, kebutuhan hidup pekerja bedasarkan kondisi "minimum" perlu
diubah menjadi kebutuhan hidup layak. Kebutuhan hidup layak dapat
meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas
perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas nasional.
Dari gambaran itu, timbul permasalahan, sampai saat ini belum ada kriteria atau parameter yang digunakan
sebagai penetapan kebutuhan hidup layak itu. Penelitian ini menyusun perangkat
komponen kebutuhan hidup layak berikut jenis-jenis kebutuhan untuk setiap
komponen.
Sumber
data yang diperoleh dari responden di lapangan menunjukkan, dari komponen dan
jenis kebutuhan hidup minimum yang diajukan kepada responden terdapat lima
jenis komponen, yaitu:
·
makanan dan minuman
·
perumahan dan fasilitas
·
sandang
·
kesehatan
dan estetika
·
aneka
kebutuhan
Dengan dasar
yang terdapat dalam komponen KHM sebagi awal tujuan kebutuhan hidup layak,
ternyata sebagian besar responden menyetujui jenis dan komponen yang terdapat
dalam KHM. Hanya saja, perlu mendapat perubahan: kualitas dari barang yang
diajukan dan kuantitas jumlah barang yang dibutuhkan perlu ditambah. Begitu
juga pekerja, harus dapat menyisihkan hasil yang diterima paling tidak sebesar
20 persen sebagai tabungan.
Upah Minimum Provinsi (UMP) 2014
Pemerintah
Kota/Daerah di setiap tingkat pemerintahan (Propinsi, Kabupaten/Kotamadya)
dibantu rekomendasi dari Dewan Pengupahan telah membuat dan menetapkan Upah
Minimum baru untuk tahun 2014. Berikut
adalah daftar Provinsi yang sudah menetapkan Upah Minimum Provinsi 2014
NO.
|
PROVINSI
|
KETERANGAN
|
|||
2013
|
2014
|
Persentase
Kenaikan (%)
|
|||
1
|
NANGGROE ACEH D.
|
Rp 1,550,000
|
Rp 1,750,000
|
13%
|
|
2
|
SUMATERA UTARA
|
Rp 1,375,000
|
Rp 1,505,850
|
10%
|
|
3
|
SUMATERA BARAT
|
Rp 1,350,000
|
Rp 1,490,000
|
10%
|
|
4
|
RIAU
|
Rp 1,400,000
|
Rp 1,700,000
|
21%
|
|
5
|
KEPULAUAN RIAU
|
Rp 1,365,087
|
Rp 1,665,000
|
22%
|
|
6
|
JAMBI
|
Rp 1,300,000
|
Rp 1,502,300
|
16%
|
|
7
|
SUMATERA SELATAN
|
Rp 1,350,000
|
Rp 1,825,600
|
35%
|
|
8
|
BANGKA BELITUNG
|
Rp 1,265,000
|
Rp 1,640,000
|
30%
|
|
9
|
BENGKULU
|
Rp 1,200,000
|
Rp 1,350,000
|
13%
|
|
10
|
LAMPUNG
|
Rp 1,150,000
|
Rp 1,399,037
|
22%
|
|
11
|
JAWA BARAT
|
Rp
850,000
|
Rp 1,000,000
|
18%
|
|
12
|
DKI JAKARTA
|
Rp 2,200,000
|
Rp 2,441,301
|
11%
|
|
13
|
BANTEN
|
Rp 1,170,000
|
Rp 1,325,000
|
13%
|
|
14
|
JAWA TENGAH
|
Rp
830,000
|
Rp
910,000
|
10%
|
|
15
|
YOGYAKARTA
|
Rp
947,114
|
Rp
988,500
|
4%
|
|
16
|
JAWA TIMUR
|
Rp
866,250
|
Rp 1,000,000
|
15%
|
|
17
|
BALI
|
Rp 1,181,000
|
Rp 1,542,600
|
31%
|
|
18
|
N T B
|
Rp 1,100,000
|
Rp 1,210,000
|
10%
|
|
19
|
N T T
|
Rp 1,010,000
|
Rp 1,150,000
|
14%
|
|
20
|
KALIMANTAN BARAT
|
Rp 1,060,000
|
Rp 1,380,000
|
30%
|
|
21
|
KALIMANTAN
SELATAN
|
Rp 1,337,500
|
Rp 1,620,000
|
21%
|
|
22
|
KALIMANTAN TENGAH
|
Rp 1,553,127
|
Rp 1,723,970
|
11%
|
|
23
|
KALIMANTAN
TIMUR
|
Rp 1,752,073
|
Rp 1,886,315
|
8%
|
|
24
|
MALUKU
|
Rp 1,275,000
|
Rp 1,415,000
|
11%
|
|
25
|
MALUKU UTARA
|
Rp 1,200,622
|
Rp 1,440,746
|
20%
|
|
26
|
GORONTALO
|
Rp 1,175,000
|
Rp 1,325,000
|
13%
|
|
27
|
SULAWESI UTARA
|
Rp 1,550,000
|
Rp 1,900,000
|
23%
|
|
28
|
SULAWESI TENGGARA
|
Rp 11,25,207
|
Rp 14,00,000
|
24%
|
|
29
|
SULAWESI TENGAH
|
Rp
995,000
|
Rp 1,250,000
|
26%
|
|
30
|
SULAWESI
SELATAN
|
Rp 1,440,000
|
Rp 1,800,000
|
25%
|
|
31
|
SULAWESI BARAT
|
Rp 1,165,000
|
Rp 1,400,000
|
20%
|
|
32
|
PAPUA
|
Rp 1,710,000
|
Rp 1,900,000
|
11%
|
|
33
|
PAPUA BARAT
|
Rp 1,720,000
|
Rp 1,870,000
|
9%
|
Indeks
Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk
semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah
sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga
untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Angka IPM Indonesia dari tahun ke tahun:
1. Tahun
1980 = 0,522
2. Tahun
1985 = 0,562
3. Tahun
1990 = 0,624
4. Tahun
1995 = 0,658
5. Tahun
2000 = 0,673
6. Tahun
2003 = 0,709
7. Tahun
2004 = 0,714
8. Tahun
2005 = 0,723
9. Tahun
2006 = 0,729
10. Tahun
2007 = 0,734
11. Tahun
2008 = perhitungan baru diberlakukan
12. Tahun
2009 = 0,593
13. Tahun
2010 = 0,600
14. Tahun
2011 = 0,617
15. Tahun
2013 = 0,629
Catatan:
Pada tanggal 18 Desember 2008 diluncurkan sistem penghitungan baru tehadap IPM
dengan memasukan GDP PPP yang baru. Hal ini berakibat pada berubahnya angka IPM
setiap negara dan rangkingnya terhadap dunia.
Laporan IPM 2006
Laporan ini
diumumkan di Cape Town, Afrika Selatan pada 9 November 2006.
30 Besar IPM (0.965 sampai 0.885)
1. Norwegia 0.965 (▬)
2. Islandia 0.960 (▬)
3. Australia 0.957 (▬)
4. Republik
Irlandia 0.956
(▲ 4)
5. Swedia 0.951 (▲ 1)
6. Kanada 0.950 (▼ 1)
7. Jepang 0.949 (▲ 4)
8. Amerika
Serikat 0.948
(▲ 2)
9. Belanda 0.947 (▲ 2)
10. Swiss 0.947 (▬)
11. Finlandia 0.947 (▲ 2)
12. Luksemburg 0.945 (▼ 8)
13. Belgia 0.945 (▼ 4)
14. Austria 0.944 (▲ 3)
15. Denmark 0.943 (▼ 1)
16. Britania
Raya 0.942
(▲ 1)
17. Perancis 0.940 (▼ 1)
18. Italia 0.940 (▼ 3)
19. Spanyol 0.938 (▲ 2)
20. Selandia
Baru 0.936
(▼ 1)
21. Jerman 0.932 (▼ 1)
22. Hong
Kong 0.927
(▬)
23. Israel 0.927 (▬)
24. Yunani 0.921 (▬)
25. Singapura 0.916 (▬)
26. Korea
Selatan 0.912
(▲ 2)
27. Slovenia 0.910 (▼ 1)
28. Portugal 0.904 (▼ 1)
29. Siprus 0.903 (▬)
30. Republik
Ceko 0.885
(▲ 1)
3 besar / 3 terendah per wilayah
Afrika
047. Seychelles 0.842 (▲ 4)
063. Mauritius 0.800 (▲ 2) 064. Libya 0.798 (▼ 6) ... 175. Mali 0.338 (▼ 1) 176. Sierra Leone 0.335 (▬) 177. Niger 0.311 (▬) |
Asia
007. Jepang 0.949 (▲ 4)
022. Hong Kong 0.927 (▬) 023. Israel 0.927 (▬) ... 138. Nepal 0.527 (▼ 2) 142. Timor Leste 0.512 (▼ 2) 150. Yaman 0.492 (▲ 1) |
Eropa
001. Norwegia 0.965 (▬)
002. Islandia 0.960 (▬) 004. Republik Irlandia 0.956 (▲ 4) ... 097. Georgia 0.743 (▲ 3) 099. Azerbaijan 0.736 (▲ 2) 114. Moldova 0.694 (▲ 1) |
Amerika Utara
006. Kanada 0.950 (▲ 1)
008. Amerika Serikat 0.948 (▲ 2) 031. Barbados 0.879 (▼ 1) ... 117. Honduras 0.683 (▼ 1) 118. Guatemala 0.673 (▼ 1) 154. Haiti 0.482 (▼ 1) |
Oseania
003. Australia 0.957 (▬)
020. Selandia Baru 0.936 (▼ 1) 055. Tonga 0.815 (▼ 1) ... 119. Vanuatu 0.670 (▼ 1) 128. Kepulauan Solomon 0.592 (▬) 139. Papua Nugini 0.523 (▼ 2) |
Amerika Selatan
036. Argentina 0.863 (▼ 2)
038. Chili 0.859 (▼ 1) 043. Uruguay 0.851 (▲ 3) ... 091. Paraguay 0.757 (▼ 3) 103. Guyana 0.725 (▲ 4) 115. Bolivia 0.692 (▼ 2) |
Ketimpangan
Distribusi Pendapatan
Pengertian
Distribusi Pendapatan
Distribusi
pendapatan nasional adalah mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil
suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy, 1999). Menurut Irma Adelma dan
Cynthia Taft Morris (dalam Lincolin Arsyad, 1997) ada 8 hal yang menyebabkan
ketimpangan distribusi di Negara Sedang Berkembang:
1.
Pertumbuhan
penduuduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita
2.
Inflasi
dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional
dengan pertambahan produksi barang-barang
3.
Ketidakmerataan
pembangunan antar daerah
4.
Investasi
yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal, sehingga persentase
pendapatan modal kerja tambahan besar dibandingkan persentase pendapatan yang
berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah
5.
Rendahnya
mobilitas social
6.
Pelaksanaan
kebijakan industry substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga
barang hasil industry untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis
7.
Memburuknya
nilai tukar bagi NSB dalam perdagangan dengan Negara- Negara maju, sebagi
akibat ketidak elastisan permintaan Negara-negara maju terhadap barang-barang
ekspor NSB
8.
Hancurnya
industry kerajinan rakyat seperti pertukangan, industry rumah tangga, dan
lain-lain
Michael
P. Todaro dalam bukunya Pembangunan Ekonomi menjelaskan bahwa pembangunan dalam
perspektif luas dapat dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang
mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat dan
institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi,
penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan.
Pengukuran
Distribusi Pendapatan
Ada beberapa indikator untuk mengukur tingkat ketimpangan
distribusi pendapatan. Berikut beberapa contohnya.
1.
Koefisien Gini (Gini Ratio)
Koefisien Gini biasanya diperlihatkan oleh kurva yang
disebut Kurva Lorenz, seperti yang diperlihatkan kurva di atas ini.
Dalam Kurva Lorenz, Garis Diagonal OE merupakan garis
kemerataan sempurna karena setiap titik pada garis tersebut menunjukkan
persentase penduduk yang sama dengan persentase penerimaan pendapatan.
Koefisien Gini adalah perbandingan antara luas bidang A dan ruas segitiga OPE.
Semakin jauh jarak garis Kurva Lorenz dari garis
kemerataan sempurna, semakin tinggi tingkat ketidakmerataannya, dan sebaliknya.
Pada kasus ekstrim, jika pendapatan didistribusikan secara merata, semua titik
akan terletak pada garis diagonal dan daerah A akan bernilai nol. Sebaliknya
pada ekstrem lain, bila hanya satu pihak saja yang menerima seluruh pendapatan,
luas A akan sama dengan luas segitiga sehingga angka koefisien Gininya adalah
satu (1). Jadi suatu distribusi pendapatan makin merata jika nilai koefisien
Gini mendekati nol (0). Sebaliknya, suatu distribusi pendapatan dikatakan makin tidak merata jika nilai
koefisien Gininya mendekati satu.
Koefisien
Gini (Gini Ratio) adalah salah satu ukuran yang paling sering digunakan untuk
mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Rumus Koefisien Gini
adalah sebagai berikut:
dimana:
- GR
= Koefisien Gini (Gini Ratio)
- Pi
= frekuensi penduduk dalam kelas pengeluaran ke-i
- Fi
= frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam
kelaspengeluaran ke-i
- Fi-1
= frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam
kelaspengeluaran ke-(i-1)
Koefisien Gini didasarkan pada kurva
Lorenz, yaitu sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi
dari suatu variabel tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform
(seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk. Untuk membentuk koefisien
Gini, grafik persentase kumulatif penduduk (dari termiskin hingga terkaya)
digambar pada sumbu horizontal dan persentase kumulatif pengeluaran
(pendapatan) digambar pada sumbu vertikal. Ini menghasilkan kurva Lorenz
seperti yang ditunjukkan pada gambar. Garis diagonal mewakili pemerataan
sempurna. Koefisien Gini didefinisikan sebagai A/(A+B), dimana A dan B seperti
yang ditunjukkan pada grafik. Jika A=0 koefisien Gini bernilai 0 yang berarti
pemerataan sempurna, sedangkan jika B=0 koefisien Gini akan bernilai 1 yang
berarti ketimpangan sempurna. Namun, pengukuran dengan menggunakan Koefisien
Gini tidak sepenuhnya memuaskan.
Daimon
dan Thorbecke (1999) berpendapat bahwa penurunan ketimpangan (perbaikan
distribusi pendapatan) selalu tidak konsisten dengan bertambahnya insiden
kemiskinan, kecuali jika terdapat dua aspek yang mendasari inkonsistensi
tersebut. Pertama, variasi distribusi pendapatan dari kelas terendah meningkat
secara drastis sebagai akibat krisis. Kedua, merupakan persoalan metodologi berkaitan
dengan keraguan dalam pengukuran kemiskinan dan indikator ketimpangan. Beberapa
kriteria bagi sebuah ukuran ketimpangan yang baikmisalnya sebagai berikut.
- Tidak tergantung pada nilai
rata-rata (mean independence). Ini berarti bahwa jika semua pendapatan
bertambah dua kali lipat,ukuran ketimpangan tidak akan berubah. Koefisien
Gini memenuhi syarat ini.
- Tidak tergantung pada jumlah
penduduk (population size independence). Jika penduduk berubah,
ukuran ketimpangan seharusnya tidak berubah, kondisi lain tetap (ceteris
paribus). Koefisien Gini juga memenuhi syarat ini.
- Simetris. Jika antar penduduk
bertukar tempat tingkat pendapatannya, seharusnya tidak akan ada perubahan
dalam ukuran ketimpangan. Koefisien Gini juga memenuhi hal ini.
- Sensitivitas Transfer
Pigou-Dalton. Dalam kriteria ini, transfer pandapatan dari si kaya ke si
miskin akan menurunkan ketimpangan. Gini juga memenuhi kriteria ini.
Ukuran
ketimpangan yang baik juga diharapkan mempunyai sifat sebagai berikut.
- Dapat didekomposisi
Hal ini berarti bahwa ketimpangan
mungkin dapat didekomposisi (dipecah) menurut kelompok penduduk atau sumber
pendapatan atau dalam dimensi lain. Indeks Gini tidak dapat didekomposisi atau
tidak bersifat aditif antar kelompok, yakni nilai total koefisien Gini dari suatu
masyarakat tidak sama dengan jumlah nilai indeks Gini dari sub-kelompok
masyarakat (sub-group).
- Dapat diuji secara statistic
Seseorang harus dapat menguji
signifikansi perubahan indeks antar waktu. Hal ini sebelumnya menjadi masalah,
tetapi dengan teknik bootstrap interval (selang) kepercayaan umumnya dapat
dibentuk.
Tabel berikut ini memperlihatkan patokan yang
mengatagorikan ketimpangan distribusi berdasarkan nilai koefisien Gini.
Nilai Koefisien Gini
|
Distribusi Pendapatan
|
.... < 0,4
|
Tingkat ketimpangan rendah
|
0,4 < 0,5
|
Tingkat ketimpangan sedang
|
.... > 0,5
|
Tingkat ketimpangan tinggi
|
2. Ukuran Bank Dunia
Bank Dunia mengukur ketimpangan distribusi pendapatan
suatu negara dengan melihat besarnya kontribusi 40% penduduk termiskin.
Kriterianya dapat dilihat pada tabel berikut.
Distribusi Pendapatan
|
Tingkat Ketimpangan
|
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya
< 12% dari keseluruhan pengeluaran
|
Tinggi
|
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya
12%–17% dari keseluruhan pengeluaran
|
Sedang
|
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya
> 17% dari keseluruhan pengeluaran
|
Rendah
|
Distribusi
pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu dilihat karena pada
dasarnya merupakan ukuran kemiskinan relatif. Oleh karena data pendapatan sulit
diperoleh, pengukuran distribusi pendapatan selama ini didekati dengan
menggunakan data pengeluaran. Dalam hal ini, analisis distribusi pendapatan
dilakukan dengan menggunakan data total pengeluaran rumah tangga sebagai proksi
pendapatan yang bersumber dari Susenas. Dalam analisis, dapat menggunakan dua
ukuran untuk merefleksikan ketimpangan pendapatan yaitu Koefisien Gini (Gini
Ratio) dan Ukuran Bank Dunia.
Bank
Dunia mengelompokkan penduduk ke dalam tiga kelompok sesuai dengan besarnya
pendapatan: 40 persen penduduk dengan pendapatan rendah, 40 persen penduduk
dengan pendapatan menengah, dan 20 persen penduduk dengan pendapatan tinggi.
Ketimpangan pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan
penduduk dari kelompok yang berpendapatan 40 persen terendah dibandingkan total
pendapatan seluruh penduduk.
Kategori
ketimpangan ditentukan dengan menggunakan kriteria seperti berikut.
- Jika proporsi jumlah
pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap
total pendapatan seluruh penduduk kurang dari 12 persen dikategorikan
ketimpangan pendapatan tinggi.
- Jika proporsi jumlah pendapatan
penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan
seluruh penduduk antara 12-17 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan
sedang/menengah;
- Jika proporsi jumlah pendapatan
penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan
seluruh penduduk lebih dari 17 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan
rendah.
Penyebab
Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Cara Mengatasi Ketimpangan Tersebut
Pembagian atau distribusi pendapatan di Indonesia kian
timpang. Hal tersebut tampak dari makin menngkatnya Indeks Gini Indonesia.
Sebagaimana diketahui, Indeks Gini mengukur distribusi pendapatan suatu negara.
Besarnya Indeks Gini antara 0 (nol) sampai 1 (satu). Indeks Gini sama dengan 0
(nol) menunjukkan bahwa distribusi pendapatan merata sempurna, sementara Indeks
Gini sama dengan 1(satu) menunjukkan distribusi pendapatan sama sekali tidak
merata. Berdasarkan data, Indeks Gini Indonesia terus meningkat dari tahun ke
tahun. Jika pada tahun 2005 besarnya Indeks Gini adalah 0,32, maka pada tahun
2008 meningkat menjadi 0,37, dan kembali meningkat menjadi 0,41 pada tahun
2011.
Ada
beberapa sebab mengapa ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia kian
parah. Pertama, ketimpangan dalam distribusi asset. Ketimpangan tersebut
terlihat sangat parah terutama di sektor pertanian. Lahan yang sempit tentu tidak mencukupi bagi petani untuk
memperoleh tingkat pendapatan yang layak. Untuk sektor yang lain, bisa terlihat
dengan jelas bagaimana perusahaan atau pengusaha sedang dan besar dengan mudah
mendapatkan kredit dengan agunan hanya nama baik, sementara Usaha Menengah,
Koperasi, dan Mikro (UMKM) setengah mati untuk mendapatkan kredit.
Kedua,
masih besarnya pekerja di sektor informal dengan tingkat pendapatan yang rendah
dan tiadanya jaminan kepastian usaha di masa depan. Tingginya pekerja di sektor
informal disebabkan makin padat modalnya teknologi produksi yang digunakan oleh
para pengusaha. Hal tersebut terlihat dari makin kecilnya kesempatan kerja yang
diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal tersebut terlihat
jelas misalnya di Industri rokok dimana rata-rata pabrik rokok sekarang hanya
mempertahankan para pekerja lama yang rata-rata sudah lanjut usia. Sementara
untuk proses produk secara bertahap akan digantikan oleh mesin. Sebab
lain lagi adalah justru tumbuhnya sektor-sektor jasa (yang sering disebut
non-tradable) seperti perdagangan dan jasa keunagan (bank dan lembaga keuangan
lain) yang menyerap sedikit tenaga kerja melebihi pertumbuhan sektor produksi
seperti manufaktur dan pertanian. Kondisi ini diperparah dengan masih
berlakunya sistem alih daya (out sourcing) dalam perekrutan tenaga kerja
dimana pengusaha bisa sewaktu-waktu memecat.
Sebab
ketiga dari makin memburuknya distribusi pendapatan di Indonesia adalah akibat
kesalahan kebijakan pemerintah. Salah satu contoh kebijakan pemerintah yang
memperburuk distribusi pendapatan adalah pemberian subsidi BBM dan listrik. Padahal subsidi BBM dan listrik yang
kian besar itu sebagian besar dinikmati oleh golongan menengah ke atas.
Kebijakan
subsidi lain yang kurang mengena pada sasaran adalah subsidi pupuk. Hal tersebut ditengarai disebabkan
oleh akses petani kaya kepada oknum pemerintah dan distributor pupuk yang lebih
besar dibanding petani miskin dan juga modal yang besar dari petani kaya
memungkinkan mereka menumpuk pupuk dalam jumlah besar di gudangnya.
Ketidaktepatan sasaran pemberian subsidi BBM, Listrik, dan pupuk mempertimpang distribusi pendapatan lewat dua jalur. Jalur pertama, memperkuat daya ekonomi (daya usaha dan pendapatan) golongan kaya karena pengeluaran mereka bisa ditekan lewat subsidi yang mereka nikmati. Dan jalur kedua, lewat pengeluaran dalam APBN yang sebenarnya bisa untuk program pengentasan kemiskinan atau program lain yang pro rakyat miskin tetapi salah alokasi untuk subsidi bagi golongan yang seharusnya tidak menerima.
Ketidaktepatan sasaran pemberian subsidi BBM, Listrik, dan pupuk mempertimpang distribusi pendapatan lewat dua jalur. Jalur pertama, memperkuat daya ekonomi (daya usaha dan pendapatan) golongan kaya karena pengeluaran mereka bisa ditekan lewat subsidi yang mereka nikmati. Dan jalur kedua, lewat pengeluaran dalam APBN yang sebenarnya bisa untuk program pengentasan kemiskinan atau program lain yang pro rakyat miskin tetapi salah alokasi untuk subsidi bagi golongan yang seharusnya tidak menerima.
Cara mengatasi ketimpangan
distribusi pendapatan?
Pertama, harus ada kebijakan untuk
meredistribusi asset agar golongan tidak mampu bisa memperoleh asset sebagai
modalnya untuk berusaha. Cara lain adalah dengan membentuk pertanian kolektif seperti di China, dimana
lahan-lahan pertanian yang sempit dijadikan satu (dikonsolidasikan) lalu
dikerjakan secara bersama dan hasilnya dibagi bersama. Pada sektor yang lain, Pemerintah membentuk
Badan Asuransi Kredit bagi UMKM.
Dengan adanya badan tersebut maka akan meningkatkan akses UMKM terhadap kredit
usaha yang diberikan oleh bank.
Kedua,
meminimalkan bertambahnya pekerja di sektor informal. Hal tersebut bisa
dilakukan dengan mendorong pertumbuhan sektor produksi (pertanian dan industri)
sehingga bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja. Untuk sektor
pertanian misalnya dengan mendorong petani beralih ke tanaman yang nilai
ekonomisnya lebih tinggi misalnya ke tanaman hortikultura. Pembatasan atau
penghapusan sistem alih daya (outsourcing) bisa pula dipertimbangkan agar tidak
mudah terjadi PHK yang kemudian mendorong orang bekerja di sektor informal.
Ketiga,
penghapusan subsidi BBM dan listrik dan diganti dengan program lain yang lebih
tepat sasaran bagi rakyat miskin perlu dilakukan.
Pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatan Terhadap
Kemiskinan
Penghapusan
kemiskinan dan berkembangnya ketidakmerataan distribusi pendapatan merupakan
salah satu inti masalah pembangunan,terutama di Negara Sedang Berkembang.
Todaro
dan Smith (2004), mengatakan penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan
distribusi pendapatan merupakan inti dari semua masalah pembangunan dan
merupakan tujuan utama kebijakan pembangunan di banyak daerah. Menurut Todaro
(2000), pengaruh antara ketimpangan distribusi pendapatan terhadap kemiskinan
dipengaruhi oleh adanya peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan jumlah
penduduk cenderung berdampak negatif terhadap penduduk miskin, terutama bagi mereka
yang sangat miskin. Sebagian besar keluarga miskin memiliki jumlah anggota
keluarga yang banyak sehingga kondisi perekonomian mereka berada di garis
kemiskinan semakin memburuk seiring dengan memburuknya ketimpangan pendapatan
atau kesejahteraan.
Penyebab
dari kemiskinan adalah adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang
selanjutnya akan menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang.
Alternatif Kebijakan
Beberapa alternatif
kebijakan yang mungkin diambil untuk mengatasi masalah ketimpangan pendapatan,
antara lain:
1.
Memperbesar
alokasi anggaran untuk meningkatkan kesejahteraan kaum miskin
2.
Sistem
pajak yang progresif
No comments:
Post a Comment