Wednesday, April 16, 2014

Waspada Tindakan Pedofilia!


Sebagai diagnosa medis, pedofilia didefinisikan sebagai gangguan kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa (pribadi dengan usia 16 atau lebih tua) biasanya ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer atau eksklusif pada anak prapuber (umumnya usia 13 tahun atau lebih muda, walaupun pubertas dapat bervariasi). Anak harus minimal lima tahun lebih muda dalam kasus pedofilia remaja (16 atau lebih tua) baru dapat diklasifikasikan sebagai pedofilia. Kata pedofilia berasal dari bahasa Yunanipaidophilia (παιδοφιλια)—pais (παις, "anak-anak") dan philia (φιλια, "cinta yang bersahabat" atau "persahabatan", meskipun ini arti harfiah telah diubah terhadap daya tarik seksual di zaman modern, berdasarkan gelar "cinta anak" atau "kekasih anak," oleh pedofil yang menggunakan simbol dan kode untuk mengidentifikasi preferensi mereka. Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD) mendefinisikan pedofilia sebagai "gangguan kepribadian dewasa dan perilaku" di mana ada pilihan seksual untuk anak-anak pada usia pubertas atau pada masa prapubertas awal. Istilah ini memiliki berbagai definisi seperti yang ditemukan dalam psikiatripsikologi, bahasa setempat, dan penegakan hukum.



Pedofilia dapat digambarkan sebagai gangguan preferensi seksual, fenomenologis mirip dengan orientasi heteroseksual atau homoseksual karena itu muncul sebelum atau selama pubertas, dan karena stabil sepanjang waktu. Pengamatan ini, bagaimanapun, tidak mengecualikan pedofilia dari kelompok gangguan jiwa karena tindakan pedofil menyebabkan kerugian, dan pedofilia kadang-kadang dapat dibantu oleh para profesional kesehatan mental untuk menahan diri dari bertindak atas impuls mereka.

Sedangkan 2 sampai 4% dari laki-laki dengan preferensi untuk orang dewasa memiliki preferensi homoseksual, 25 sampai 40% dari laki-laki dengan preferensi untuk anak-anak memiliki preferensi seksual sejenis. Namun, tidak seperti laki-laki dengan preferensi homoseksual dewasa, laki-laki dengan preferensi anak yang sama-seks biasanya tidak menunjukkan perilaku masa kanak-kanak lintas gender. Rata-rata, orang dengan preferensi seks sejenis lebih menyukai hubungan seksual dengan anak yang lebih tua daripada laki-laki dengan preferensi terhadap anak yang heteroseksual.

Pedofilia dan pelecehan seksual terhadap anak umumnya dipandang secara moral salah dan abnormal oleh masyarakat. Penelitian pada akhir tahun 1980-an menunjukkan bahwa ada banyak kesalahpahaman dan persepsi yang tidak realistis di masyarakat umum tentang pedofilia (La Fontaine, 1990; Leberg, 1997). Namun, penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa persepsi publik secara bertahap menjadi lebih informasi yang cukup tentang hal ini.

Pornografi anak biasanya diperoleh oleh pedofil yang menggunakan gambar untuk berbagai keperluan, mulai dari menggunakannya untuk kepentingan seksual pribadi, perdagangan dengan pedofil lain, menyiapkan anak-anak untuk pelecehan seksual sebagai bagian dari proses yang dikenal sebagai "perawatan anak", atau bujukan yang mengarah ke jebakan untuk eksploitasi seksual seperti produksi pornografi anak yang baru atau prostitusi anak.

Meskipun pedofilia belum ada obatnya, berbagai perawatan yang tersedia yang bertujuan untuk mengurangi atau mencegah ekspresi perilaku pedofilia, mengurangi prevalensi pelecehan seksual terhadap anak. Pengobatan pedofilia sering membutuhkan kerjasama antara penegak hukum dan profesional kesehatan. Sejumlah teknik pengobatan yang diusulkan untuk pedofilia telah dikembangkan, meskipun tingkat keberhasilan terapi ini sangat rendah.

Terapi perilaku kognitif ("pencegahan kambuh")

Terapi perilaku kognitif telah terbukti mengurangi residivisme pada orang yang memiliki hubungan dengan pelaku kejahatan seks. Menurut seorang seksolog asal Kanada Michael Seto, perawatan perilaku kognitif mempunyai sasaran, keyakinan, dan perilaku yang dipercaya untuk meningkatkan kemungkinan pelanggaran seksual terhadap anak-anak, dan "pencegahan untuk kambuh" adalah jenis yang paling umum dari pengobatan perilaku kognitif. Teknik-teknik pencegahan untuk kambuh kembali didasarkan pada prinsip-prinsip yang digunakan untuk mengobati kecanduan. Ilmuwan lain juga melakukan beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa tingkat residivisme pedofil dalam terapi lebih rendah dari pedofil yang menjauhi terapi.

Intervensi perilaku

Perilaku perawatan terhadap target gairah seksual kepada anak-anak, menggunakan teknik kejenuhan dan keengganan untuk menekan gairah seksual kepada anak-anak dan sensitisasi terselubung (atau rekondisi masturbatori) untuk meningkatkan gairah seksual bagi orang dewasa. Perilaku perawatan tampaknya berpengaruh terhadap pola gairah seksual pada pengujian phallometrik, tetapi tidak diketahui apakah perubahan uji mewakili perubahan kepentingan seksual atau perubahan dalam kemampuan untuk mengendalikan stimulasi genital selama pengujian. Analisis perilaku terapan telah diterapkan dengan pelaku seks dengan cacat mental.

Cegah dengan Menerapkan "Underwear Rule"


Underwear rule adalah pedoman sederhana untuk orangtua dalam membimbing anak mengenai aturan berkomunikasi, berinteraksi, dan bersentuhan dengan orang lain, terutama di luar keluarga inti.
Aturan ini mengajarkan ketegasan atas prinsip dan nilai hidup kepada anak bahwa tubuh mereka adalah milik mereka sendiri. Tidak boleh ada orang lain yang menyentuh dan menyakitinya, tidak juga orangtua dan saudara kandung.
Seperti dikutip dari Council of Europe, berikut lima underwear rule yang wajib Anda ajarkan kepada sang buah hati tersayang:

1. Mengajarkan si kecil bahwa tubuh mereka harus dijaga dan dilindungi


Semenjak anak sudah bisa berkomunikasi dengan orangtua atau lingkungan sekitar, orangtua harus mengajarkan kepada anak mengenai nama anggota tubuh yang sebenarnya. Jelaskan kepada anak bahwa ada beberapa anggota tubuh yang merupakan bagian intim, yang sifatnya sangat pribadi, tidak boleh dilihat dan dipegang orang lain, kecuali untuk alasan medis. Usahakan untuk tidak memberikan julukan atau istilah samaran dalam mengajarkan bagian intim tubuh si kecil. Tujuannya supaya anak lebih memahami akan fungsi dan reaksi yang terjadi ketika bagian tersebut disentuh secara paksa atau terluka.  

Mengajarkan soal seks kepada anak harus dilakukan lebih dari sekali dan berulang-ulang. Tujuannya agar anak langsung ingat ketika ada seseorang yang berusaha menyentuh di bagian tubuh yang tidak pantas dan segera bereaksi sesuai yang diajarkan.

2. Perbedaan sentuhan yang pantas dan tidak pantas dilakukan


Anak tidak selalu bisa membedakan bagaimana cara orang lain menyentuh mereka, apakah sentuhan tersebut wajar atau tidak. Tak hanya sentuhan, ajarkan kepada anak bahwa orang lain dilarang keras memandangi bagian tubuh mereka yang pribadi. Jika ada yang bersikap demikian, anak harus menegur atau melaporkan orang tersebut kepada guru di sekolah dan orangtua.  
Selain itu, ajarkan hal yang sama kepada anak untuk tidak memandangi atau menyentuh bagian tubuh paling pribadi orang lain, entah itu teman, saudara kandung, orangtua, dan guru.

3. Perbedaan rahasia baik dan rahasia buruk


Salah satu strategi yang kerap kali dilakukan oleh pelaku pelecehan seksual adalah mengajak anak untuk bermain rahasia-rahasiaan. Sebab, terkadang dengan menyimpan rahasia orang lain membuat anak bersemangat dan merasa lebih istimewa.
Maka dari itu, sampaikan kepada anak bahwa tidak semua rahasia pantas disimpan, terutama rahasia yang membuat mereka tidak nyaman, ketakutan, sedih, dan tersiksa. 


4. Mencegah dan melindungi adalah tanggung jawab orangtua


Ingat, keselamatan dan kebahagiaan anak adalah tanggung jawab orangtua, bukan guru atau kerabat lainnya. Maka dari itu, orangtua harus terdidik sebelum mendidik anak. Bagi sebagian orangtua, bicara soal seks kepada anak yang masih berusia balita, bahkan remaja, dianggap tabu dan tidak wajar. Padahal, selama cara Anda berkomunikasi berlandaskan edukasi, tentu anak akan menerimanya sesuai penalaran yang Anda sampaikan kepada mereka.
Jadikan komunikasi dengan terbuka sebagai tradisi dalam keluarga sehingga anak tidak pernah merasa sungkan dalam membicarakan dan membahas apa pun kepada orangtua.

5. Mengajarkan cara bereaksi terhadap tindakan mencurigakan


Terdapat empat panduan yang bisa Anda ajarkan kepada si kecil untuk bereaksi saat ada orang asing yang berperilaku tidak wajar kepada mereka. Uraiannya seperti berikut: 

  • Cara mencurigai dan melaporkan

Beritahu kepada anak mengenai siapa saja orang yang bisa mereka percaya dalam keluarga dan sekolah. Jadi, ketika ada orang lain di luar daftar tersebut, anak patut merasa curiga dan mengomunikasikannya kepada orangtua atau guru di sekolah.

  • Cara mengenali orang-orang mencurigakan di lingkungan anak

Dalam kebanyakan kasus, pelaku adalah seseorang yang dikenal oleh anak. Tak heran bila kondisi ini menjadi sulit bagi anak untuk memahami bahwa apa yang dilakukan orang tersebut adalah bentuk penyiksaan. Untuk mengatasi hal ini, orangtua tidak boleh putus komunikasi dengan anak, pastikan setiap hari bertanya kepada anak apakah ada seseorang yang memberikannya hadiah atau memperlakukannya lebih dari biasanya.

  • Cara mengamati orang-orang mencurigakan di luar lingkungan keluarga dan sekolah

Dalam beberapa kasus pelecehan seksual, pelakunya adalah orang asing. Ajarkan aturan sederhana kepada anak tentang tata cara bersikap dan berbicara dengan orang asing. Beberapa di antaranya adalah menolak satu mobil dengan orang yang mereka tidak kenal, jangan menerima hadiah dari siapa pun kecuali keluarga dan teman, dan ajakan bermain di luar sekolah. 

  • Cara mencari pertolongan  

Anak-anak harus tahu bahwa selain orangtua, ada orang profesional yang dapat membantu mereka bila ada orang lain yang berbuat tidak sopan kepada mereka, misalnya guru, polisi, pekerja sosial, dan psikolog sekolah.

No comments:

Post a Comment